Wednesday, March 23, 2011

Ujian Nasional (UN) dan Kontroversinya

Bulan Maret sampai Mei biasanya menjadi bulan yang penuh dengan gejolak, terutama bagi siswa tingkat dasar hingga menengah yang sudah menginjak kelas tingkat akhir. Bagaimana tidak, Ujian Nasional (UN) yang dilaksanakan secara serentak sudah membayangi pikiran mereka. Tidak jarang demonstrasi menentang UN sering terjadi di berbagai daerah.

Sebenarnya, penulis beranggapan bahwa tujuan pemerintah melaksanakan UN adalah baik adanya. Tujuan utamanya jelas yakni memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di bangsa ini. Asumsinya, nilai UN yang tinggi berkorelasi positif dengan kualitas siswa yang juga tinggi. Namun kenyataannya, praktek kecurangan sering terjadi, baik sebelum pelaksanaan UN maupun saat pelaksanaan UN.

Pada kenyataannya, persiapan sekolah dan siswa cenderung tidak maksimal mengingat pelaksanaan UN yang waktunya sering dipercepat dengan standar minimal kelulusan yang tiap tahun selalu meningkat. Alokasi dana APBN untuk sektor pendidikan sebesar Rp. 221 Triliun dirasa belum tepat sasaran dan transaparan. Hal tersebut didukung oleh editorial Harian Media Indonesia (Selasa, 27/4/2010) yang mengatakan adanya temuan baru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan masih ada kejanggalan pengelolaan anggaran Kementerian Pendidikan.

Sementara itu, Ujian nasional 2010 memperlihatkan angka kelulusan semakin turun. Secara nasional angka kelulusan Ujian Nasional tingkat SMA dan sederajat 2010 mencapai 89,88%. Itu berarti turun jika dibandingkan dengan 94,85% angka kelulusan ujian nasional 2009.

Fakta lainnya, Yogyakarta, yang dikenal sebagai barometer pendidikan di Indonesia, menjadi daerah yang angka kegagalan Ujian Nasionalnya paling tinggi sementara dalam kondisi tersebut Yogyakarta tercatat sebagai pelaksana Ujian Nasional paling jujur. Data yang diungkapkan oleh Harian Kompas dan Media Indonesia per April 2010 ini memberikan kesimpulan bahwa keberhasilan pelaksanaan Ujian Nasional masih diragukan secara normatif.

Di pihak lain, anggaran Ujian Nasional semakin meningkat. Pada tahun 2009, biaya Ujian Nasional untuk semua tingkatan mencapai Rp483 Miliar dan tahun 2010 melonjak menjadi Rp592 miliar. Ada kekhawatiran sikap pemerintah mempertahankan Ujian Nasional cenderung terkait dengan anggaran sehingga Ujian Nasional dicurigai menjadi proyek segelintir orang.

Argumentasi yang mengatakan bahwa pelaksanaan Ujian Nasional merupakan standardisasi anak-anak Indonesia merupakan argumen yang diragukan sebab begitu banyak perbedaan yang diukur jika menggunakan standar yang sama. Hal ini menjadi tidak realistis baik bagi pihak sekolah maupun siswa. Di satu sisi, anggaran pendidikan sudah dialokasikan besar-besaran dan dana Ujian Nasional terus meningkat, tetapi mutu pendidikan cenderung tidak meningkat.

Penetapan Ujian Nasional sebagai standar kelulusan siswa merupakan pemahaman yang salah sebab proses pendidikan tidak memerlukan target tertentu. Pola Ujian Nasional yang hanya melibatkan beberapa mata pelajaran inti sepatutnya diubah dengan melibatkan seluruh mata pelajaran yang tentunya bukan dijadikan standar kelulusan, melainkan alat ukur evaluasi semata yang pengambilan keputusannya disesuaikan dengan kebijakan sekolah masing-masing.

Selain itu, pelaksanaan UN dari tahun ke tahun yang sering mengalami perubahan, baik standard dan teknis pelaksanaan, membuktikan bahwa sistem UN yang dirancang sedemikian rupa masih sangat rentan terhadap gejolak. Artinya, sistem UN tersebut juga belum memiliki landasan yang kokoh untuk dijadikan sebagai salah satu alat ukur yang kuat dalam menilai kualitas pendidikan negara kita yang pelaksanaannya sebagian besar ditentukan oleh pelaku pendidikan di sekolah.

Kontroversi pelaksanaan UN seyogianya membawa pemerintah dan para pelaku pendidikan untuk kembali meninjau efektivitas pelaksanaan UN. Perubahan mutlak dilakukan karena pada dasarnya tidak ada sistem yang sempurna yang diciptakan oleh manusia. Perubahan yang dilakukan hendaknya bersifat cenderung menetap dalam kurun waktu tertentu sampai menunggu tiba saatnya perubahan yang baru dilakukan kembali.

Pelaksanaan UN yang bertujuan sebagai evaluasi pendidikan sesungguhnya telah sesuai dengan amanat Undang-Undang Pendidikan. Namun praktik kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan UN telah menodai amanat agung dari pendidikan yakni membawa siswa untuk maju, berkembang, dan menjadi manusia dewasa secara mental dan intelektual. Hal tersebut harus segera disiasati sehingga tujan dari pendidikan tersebut dapat tercapai.

disampaikan pada 10 besar Lomba Karya Tulis Djarum Bakti Pendidikan (Beswan Djarum angkatan 2009/2010)

No comments:

Post a Comment